Saya pernah menjadi asisten guru di sebuah sekolah swasta di Semarang, Jawa Tengah. Tugas saya cukup mudah. Saya membantu guru utama mengajar anak-anak. Salah satu murid saya bernama Lourdes. Ia gadis kecil yang cantik dengan wajah manis dan rambut hitam tergerai panjang. Saya membayangkan Lourdes pasti cocok bila menjadi bintang iklan sampo anak-anak
Ketika waktu mengajar saya hampir habis, dengan malu-malu Lourdes mendekati saya. Ia memberikan sebuah bungkusan pada saya. Sambil tersenyum ia berkata, “Ini untuk Miss Ivonne.”
Saya kaget menerimanya. Saya hanya bisa berkata, “Thanks you, Lourdes, you are so kind.”
Malam harinya setelah tugas saya selesai, saya membuka hadiah dari Lourdes. Ada sebuah kertas bergambar dirinya, saya, dan teman-temannya. Di gambar itu tertulis “I Love Miss Ivonne”. Selain itu, ia memberikan gabus bekas. Gabusnya diwarnai dan dibentuk menjadi hiasan. Kerajinan tangan khas buatan anak SD.
Tak terasa butiran air mata menetes di pipi saya. Saya tersentuh atas hadiah sederhananya yang bagi saya sangat istimewa. Hadiah buatan sendiri yang dibuatnya dengan penuh kasih. Ketulusan hati dan rasa kasih yang diberikannya untuk saya sebagai gurunya terasa menyejukkan jiwa.
Kenangan hadiah tulus dari murid saya selalu muncul di genangan ingatan saya, terutama saat saya merasa lelah dengan ritme kehidupan ini.
Ada sebuah cerita yang bagi saya sangat menarik. Seorang anak laki-laki membawa celengannya memasuki sebuah toko hadiah (gift shop). Ia ingin membelikan hadiah ulang tahun untuk mamanya. Setelah melihat-lihat barang-barang yang dijual di toko itu, ternyata uangnya hanya cukup untuk membeli sebuah hiasan rambut. Hiasan rambut itu dibungkusnya dengan kertas kado dan diberikan kepada mamanya.
Mamanya meneteskan air mata saat menerima hadiah sederhana dari anak lelakinya itu. Hiasan rambut itu sering dipakai mamanya untuk mempercantik rambutnya yang pirang dan panjang. Anak itu bertambah dewasa. Hadiah untuk mamanya bertambah bagus seiring bertambahnya uang yang dimilikinya. Ia mampu membelikan mamanya beragam hadiah yang mahal.
Suatu ketika, mamanya terbaring sakit. Pemuda itu menengok mamanya di kamarnya. Ia melihat hiasan rambut yang diberikan kepada mamanya puluhan tahun lalu itu masih ada di meja rias mamanya. Hiasan rambut itu sudah pudar warnanya. Sambil berbisik mamanya berkata, “Engkau mampu memberikanku banyak hadiah sekarang. Tetapi tahukah kau, Nak, hadiahmu yang paling istimewa?”
Anak muda itu menggeleng.
“Hiasan rambut yang kau beli dengan semua uang tabunganmu, kau bungkus dengan cintamu, dan kau berikan padaku puluhan tahun lalu. Hadiah itulah yang paling istimewa bagiku,” tutur mamanya.
Maka, di mana pun kau berada, Lourdes, kau pastinya sudah menjadi mahasiswi yang cantik dan pintar sekarang. Hadiah darimu yang paling istimewa bagiku. Karya terbaik yang kau bungkus dengan cinta dan ketulusan untuk gurumu. Hadiah terindah yang mengalirkan mata air cinta bagi hidupku.
Ivonne Suryanto
Ilustrasi: freepik.com
108 Views
0 comments