Dalam beberapa pekan terakhir, kita telah sering mendengar, membaca pesan singkat, atau mengetahui dari kerabat yang menyebutkan bahwa di sebagian gereja telah kembali membuka pintu bagi umat secara umum yang ingin mengikuti Perayaan Ekaristi.
Tidak ada lagi pembatasan bagi mereka yang ingin melakukan kegiatan atau mengikuti Perayaan Ekaristi. Tidak ada lagi kriteria usia tertentu bagi mereka yang ingin melakukan atau mengikuti Perayaan Ekaristi. Semuanya kini dibuka dengan bebas, untuk umum.
Ketika awal pandemi, Keuskupan Agung Semarang (KAS) mengeluarkan Dekret Kongregasi untuk Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen dengan Nomor 153/20 tertanggal 19 Maret 2020. Dekret tersebut meniadakan kegiatan Pekan Suci yang berlaku untuk seluruh paroki di wilayah Keuskupan Agung Semarang. Sebagai gantinya, seluruh kegiatan Perayaan Ekaristi dilaksanakan dengan sistem daring atau live streaming melalui media YouTube, televisi, atau radio.
Seakan mendapat tempat di tengah keterbatasan, tim komsos dari banyak Gereja mulai bekerja keras untuk menayangkan Misa secara langsung dari gerejanya masing-masing. Adu kreatif terus dilakukan agar kanal YouTube dari masing-masing paroki banyak disinggahi oleh umat. Tak ada yang salah dengan hal itu. Namun, berbagai tanggapan dari umat tentu saja akan sedikit berbeda dengan harapan dari pihak Gereja.
Pihak Gereja tentu saja mengharapkan agar jumlah umat yang mengikuti Perayaan Ekaristi melalui live streaming dapat berjumlah banyak dan umat dapat terus terberkati. Namun, tidak demikian dengan tanggapan yang didapat dari sebagian umat. Umat sering merasakan “kekosongan” ketika harus mengikuti Perayaan Ekaristi di depan layar ponsel, layar komputer, atau mungkin layar televisi. Umat sering beranggapan jika mereka hanya “menonton” Misa. Suatu tantangan tersendiri bagi Gereja kala itu.
Mendekati akhir tahun 2020, kegiatan peribadatan di gereja kembali dibuka dengan beberapa pembatasan. Diantaranya adalah pembatasan usia. Hanya usia 10 sampai dengan 70 tahun yang saat itu diizinkan untuk mengikuti Perayaan Ekaristi. Tentu saja, umat yang bersangkutan adalah umat yang benar-benar berdomisili di teritorial paroki tersebut.
Di pertengahan tahun 2021, kegiatan peribadatan kembali dihentikan seiring dengan naiknya angka positif harian COVID-19. Perayaan Ekaristi kembali harus diadakan dengan live streaming. Memang, tidak ada yang salah jika umat kembali “jajan” Misa dengan mengikuti Perayaan Ekaristi melalui kanal YouTube paroki lain atau bahkan dari keuskupan yang lain. Bahkan, banyak pula yang berkelakar, enak ikut Misa di “Santo YouTube”, bisa pindah-pindah gereja!
Bulan Oktober 2021, Keuskupan Agung Semarang (KAS) kembali mengeluarkan surat edaran. Surat dengan nomor 1138/A/X/2021-37 tertanggal 2 Oktober 2021 menyebutkan bahwa Perayaan Ekaristis di gereja dapat diikuti oleh umat dengan usia 6 tahun sampai dengan usia di atas 70 tahun. Tentu saja dengan syarat utama, sehat.
Tanggapan positif dari umat kian bertambah sejalan dengan adanya “angin segar” mengenai diperbolehkannya anak dengan usia di bawah 6 tahun untuk mengikuti Perayaan Ekaristi Anak yang diadakan oleh tiap-tiap Paroki. “Keran” pelonggaran untuk dapat mengikuti Perayaan Ekaristi belum sepenuhnya terbuka lebar.
Sudah menjadi hal yang lazim dan bukan merupakan suatu rahasia jika di kalangan umat dikenal dengan umat Katolik “Na-Pas”. Umat yang hanya “rajin” ikut Perayaan Ekaristi saat hari besar Natal atau Paskah. Memang, di tiap gereja pasti selalu dipadati oleh umat “musiman” yang hingga saat Paskah kemarin kiranya masih banyak yang berasal dari satu paroki tempat mereka berdomisili. Bagaimana jika “keran” pelonggaran benar-benar terbuka sepenuhnya?
Surat Edaran Keuskupan Agung Semarang (KAS) nomor 0182/A/X/2022-3 tertanggal 19 Februari 2022 seolah menjadi keran yang terbuka lebar. Namun, karena masih banyak pihak yang memilih untuk berhati-hati terhadap situasi dan kondisi serta tidak mau gegabah dalam mengambil keputusan, maka surat ini terlihat menjadi samar.
Kini, setelah “keran” itu kian terbuka lebar dan jelas apa implikasinya, godaan untuk menjadi “wisatawan Misa” kembali dirasakan oleh sebagian umat. “Wisatawan Misa” ini sering mengikuti Perayaan Ekaristi dari gereja satu ke gereja yang lain dan berbeda di tiap minggunya.
Ketika ditanya, tidak jarang umat mengikuti Perayaan Ekaristi di gereja yang menurut mereka memiliki “pesona”-nya tersendiri. Bangunan gereja yang instagramable, gereja yang adem karena berpendingin ruangan, imam yang setiap homili selalu diselingi dengan humor, atau mungkin karena lokasi gereja yang berdekatan dengan lokasi restoran, menjadi alasan bagi mereka para “wisatawan Misa” ini.
Pada saat pandemi, peraturan membuat kita harus merasa betah untuk mengikuti Perayaan Ekaristi di gereja tempat kita berdomisili. Saat ini, makin banyak gereja yang kembali dibuka untuk umum. Apakah nanti di setiap Perayaan Ekaristi akan tetap penuh dan dipadati oleh umat dari wilayah setempat? Atau, justru akan sepi karena banyak umat yang memilih untuk mengikuti Perayaan Ekaristi di gereja lain? Masihkah aku (gereja lokal) kau kunjungi?
Hario Prabowo
Foto: Slamet Riyadi
26 Views
0 comments